Alasan orang-orang menulis, salah satunya untuk menolak lupa. Seperti yang saya lakukan sekarang. Seharusnya, saya tidak boleh melupakan kejadian lucu yang saya alami hari ini. Saya bahkan sudah lupa kejadian kala itu, apa pemantiknya, hanya samar-samar yang saya ingat.
Orang lain selalu merasa benar. Tetapi, begitupun dengan saya. Maka dari itu, cerita ini berdasarkan sudut pandang saya sendiri. Penilaian diserahkan kepada masing-masing pembaca, entah ada atau tidak.
Sekali, dua kali, tiga kali, biasanya kata orang itu adalah hal yang wajar. Bagaimana kalau terus menerus terjadi? Iya, ada kalanya hal itu meledak. Namun, yang saya lihat kala itu, seharusnya hal itu tidak perlu terjadi.
Ada yang bilang, bahwa saya "sok menjadi pahlawan kesiangan". Saya tidak mencoba menjadi pahlawan. Biar semesta saja yang tau, bahwa keburukan saya, adalah akan selalu membela orang-orang yang menempati A-list di hidup saya.
Apa yang bisa kita ubah dari sekali amarah yang kita keluarkan? Apa kita bisa mengubah sifat seseorang hanya dengan sekali luapan emosi yang kita keluarkan? Pertanyaan retoris yang tidak perlu kita pikirkan jawabannya.
Ketika saya melakukan hal yang baik, saya berharap apa yang saya dapatkan juga baik. Meski nyatanya tidak selalu demikian, saya harus selalu optimis. Bahwa apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai.
Begitu juga ketika ada orang yang berlaku buruk. Memang, saya bukan siapa-siapa untuk menghakiminya. Tetapi, kadang orang-orang seperti ini harus dijegal, agar mereka sadar apa yang mereka lakukan nyatanya tidak ada kerennya. Ada satu hari di mana saya bertanya-tanya, mengapa ia merasa bangga, dengan lantangnya bersuara memamerkan sifat buruknya? Kala itu, saya hanya menahan tawa di kursi sambil fokus dengan apa yang sedang saya kerjakan.
Jika kata maaf dari diri saya diperlukan, saya sudah ucapkan, hanya belum semuanya. Lebih jelasnya, bunyi lengkapnya begini:
"I'm not sorry for what I did. I would say sorry, but to be clearly, I just say sorry of how pity you are for doing something and you still don't realize that somehow the something you did wasn't supposed to be done, I'm sorry."
Tertanda,
Alvita
Comments