Dari kesalahan-kesalahan yang pernah aku buat, tetap ada orang-orang yang berdiri tegap di sampingku. Mereka tidak berbuat apa-apa, hanya berdiri, menatapku, dan sesekali membantuku jika aku ingin terjatuh. Mereka yang kembali membuat badanku tegap menghadapi terjangan badai.
Kalau aku akan terjatuh, pasti akan ada yang menolong. Tidak pernah ada yang membiarkan aku benar-benar jatuh. Mereka selalu mengulurkan tangan mereka ketika diriku sudah lemah menopang badanku sendiri.
Sekarang aku berpikir, bahwa pergi, bersembunyi, itu bukanlah penyelesaian. Dengan sendiri, aku memang menenangkan diriku, tapi dalam ketenangan, belum tentu masalahku akan mengurai begitu saja. Masalah-masalah itu justru semakin membeku sehingga membuatnya semakin sulit untuk dipecahkan. Berlari, juga apa yang aku kejar saat berlari dari masalahku sendiri? Bukankah justru aku membuang waktuku yang mahal hanya untuk menghindar dengan berlari. Ditambah aku akan kelelahan. Memang kemana aku berlari? Dimana tempat aku bisa berlindung dari masalahku sendiri?
Aku tidak selalu mendapatkan solusi atas masalah yang sedang aku hadapi. Aku mencari jawabannya kesana kemari, tapi sebenarnya aku yakin, jawaban itu sudah ada di dekatku, hanya saja aku kurang jeli untuk menemukannya. Tidak ada hal yang benar-benar sulit dilakukan di dunia ini. Aku kadang merasa, mengapa masalahku begitu rumit. Sedetik kemudian aku menampik hal itu. Bukan hidupku saja yang rumit, semua orang sama, mereka merasakan hal yang sama. Aku harus berhenti untuk merasa bahwa hidupku yang paling buruk. Mengapa pula aku harus berlomba dalam kategori hidup terburuk?!
Tujuan hidup di dunia ini, aku rasa adalah untuk melewati berbagai ujian. Lalu, apakah hidup para koruptor yang makan uang rakyat juga disebut sebagai ujian? Saat banyak orang yang kelaparan, membutuhkan tempat tinggal, berpikir harus bertahan hidup sampai hari esok dan seterusnya, dan para bajingan itu santai-santai, makan enak, tidur di ranjang kesayangannya, lalu yang hidung belang menikmati hiburan setelah suntuk urusan kerja dan bosan dengan sang istri. Apa hidup para koruptor itu juga disebut sebagai ujian?
Aku melihatnya begitu. Mereka gagal, gagal total untuk melalui ujian itu.
Masalah nilai, biar serahkan kepada-Nya. Aku bukan guru. Aku hanyalah murid, sama seperti para koruptor itu.
Guru, yang benar-benar guru, tidak ada. Kalimatku susah sekali ya. Intinya begitu. Semua manusia yang lahir, ditakdirkan untuk menjadi murid. Dengan belajar, maka akan tumbuh dan berkembang. Untuk naik kelas, maka harus melewati ujian. Kalau tidak lulus ujian bagaimana? Ya tetap di kelas yang sama. Tapi kenapa ada orang-orang yang tetap di kelas yang sama meski mereka telah melalui ujian, karena tidak ada seorangpun murid yang menentukan hasil ujian itu, apakah lulus, apakah gagal, tinggal di kelas yang sama, harus mengulang. Hanya guru yang benar-benar tahu bagaimana nilai asli para muridnya.
Comments